Kamis, 21 Februari 2013

Sahabat Ternyata kau Telah Lebih Dulu Pergi

Siang itu angin begitu kencang menusuk kedalam tulang rusuk ku, hujan yang sangat deras terus membasahi seluruh badan ku, namun aku tidak memperdulikan itu semua, aku tidak perduli berapa lama aku akan seperti ini. aku hanya terpaku di depan sebuah tumpukan tanah, yang terdapat taburan bunga, serta ada nya batu nisan yang bertuliskan sebuah nama, dan ternyata itu adalah nama sahabat lama ku, yang sejak 6 tahun yang lalu aku tidak pernah tau kabar nya.
Dina adalah sahabat lama ku waktu kecil, dulu kami sering bermain bersama, orang tua dina pun bersahabat dengan orang tua ku, aku menganggap dina sudah seperti kakak ku sendiri, saat aku sedih dia selalu bisa menghibur ku dan membuat ku tertawa, dan aku pun sebalik nya. Setiap aku pergi dina selalu turut pergi bersamaku, kami selalu menjaga satu sama lain. Dan kebetulan rumah ku tidak terlalu jauh dari rumah dina, saat masih di bangku dasar aku selalu berangkat sekolah bersama dina, meskipun kami tidak sekolah di sekolah yang sama.
Saat masuk SMP dina tidak tinggal lagi di Jakarta, karena orang tua nya di pindah tugaskan ke bandung, maka dia pun harus bersekolah di bandung. Rasa sedih ku rasakan, saat aku harus berpisah dengan dina, air mata ku tidak bisa berhenti menetes saat aku memeluk tubuh sahabat ku itu. Dina meyakinkan aku bahwa dia akan terus mengabari aku, dan dia juga meyakinkan aku bahwa persahabatan kita tidak akan berakhir sejauh apapun kita tinggal. Aku pun merelakan dina untuk berangkat ke bandung, perlahan mobil yang dinaiki dina dan keluarga nya pun beranjak pergi dari halaman rumah ku. Lambaian tangan dina pun semakin lama semakin jauh, jauh, jauh dan perlahan-lahan mulai menghilang.
Tiga bulan telah berlalu, semenjak dina pergi, hari-hari ku tidak seceria dulu, aku memang mempunyai teman-teman baru di sekolah dan rumah ku, tapi mereka semua tidak ada yang bisa seperti dina, aku sungguh merindukan sahabat kecil ku, ingin rasa nya aku ke bandung untuk menemui dina, tapi dina selalu melarang aku untuk menemui nya, dia selalu berkata”Aku mohon jangan temui aku dulu, aku ingin menguji persahabatan kita, jadi tunggu lah sampai kita lulus SMP, setelah itu aku janji akan menemui mu di tempat kita sering bermain sewaktu kecil”. Dina memang tidak pernah lupa untuk mengabari aku tentang keadaan nya disana, setiap hari dia selalu sms dan menelpon aku, aku sangat bahagia bila menerima sms atau telpon dari nya.

Hari-hari terus berlalu, tidak terasa waktu begitu cepat bergulir, tiga tahun sudah aku menjadi siswi SMP, dan tiga tahun sudah persahabatan ku dan dina diuji, dan selama tiga tahun itu juga aku menjalin hubungan dengan seorang pria yang bernama Dimas yang sangat aku sayangi. Dimas lah yang selalu menemani aku dikala aku kesepian, dan disaat aku sedang merindukan dina, dimas selalu meyakinkan aku bahwa aku akan bertemu dengan sahabat ku itu. Aku sangat bahagia, karena lusa aku akan pergi ke Bandung untuk menemui sahabat kecil ku. Aku pun telah mempersiapkan sebuah kado yang sangat special untuk sahabat ku, karena kita berjanji akan saling tukar-menukar kado saat kita bertemu.
Lusa telah tiba, 26 Desember, itulah tanggal yang aku lingkari di kalender yang ada di sebelah meja belajar ku, tanggal itu adalah tanggal kesepakatan aku untuk bertemu dina. Pagi ini aku segera beranjak bangun dari tempat tidur, lalu segera mungkin aku mandi dan bersiap-siap karena jam 08. 00 aku akan pergi ke Bandung bersama dimas. Jam telah menunjukan pukul 07. 30, aku bergegas turun keruang tamu untuk menunggu Dimas dan berpamitan dengan orang tua ku. Selama aku menunggu Dimas, aku berusaha untuk menelpon Dina, tapi aku tidak mengerti mengapa selama 3 hari ini handphone dina tidak pernah bisa aku hubungi, tapi aku tidak mau sedih, karena aku yakin hari ini aku akan bertemu dengan dina.
Saat aku sedang berusaha menelpon dina, aku mendengar suara motor dimas, dan ternyata dimas telah berada di depan rumahku. Aku pun segera keluar untuk menemui Dimas dan orang tua ku juga turut keluar bersama ku. Tapi ada satu hal yang membuat ku bingung, saat aku ingin berpamitan dengan orang tua ku, orang tua ku berkata :
”Nak apapun yang akan kamu lihat disana, kamu harus bisa menerima nya, kamu harus yakin ini semua sudah jalan nya”.
Aku sungguh tidak mengerti apa maksud dari perkataan orang tua ku, tapi aku tidak membahas itu, karena yang ada dalam pikiran ku sekarang, hanya ingin bertemu dina sahabatku.
Jam menunjukkan pukul 11 siang, akhirnya aku sampai dikota Bandung, dan beberapa kilometer lagi aku akan sampai di rumah Dina. Betapa terkejut nya aku, karena saat aku sampai di depan rumah nya Dina, aku melihat banyak nya orang-orang di rumah nya dan ada beberapa bendera berwarna kuning di depan rumah nya, aku segera berlari masuk kedalam rumah dina.
Aku tidak bisa menahan air mata ku yg terus menetes, saat aku melihat sebuah tubuh terbaring kaku dengan ditutup kain putih dan di kelilingi orang banyak sambil membaca ayat-ayat al-quran, dan ternyata itu adalah tubuh dina sahabat ku. Aku terus menangis, menangis dan menangis karena aku tidak percaya Dina akan pergi.
Orang tua dina berusaha untuk membuat ku tenang, dan mereka menceritakan semua kepada ku, Ternyata sejak umur 5 tahun dina menderita penyakit kanker darah, tapi dia tidak pernah mau menceritakan itu semua kepada ku, karena dia tidak mau masa kanak-kanak nya di hiasi dengan kesedihan, dia selalu menutupi rasa sakit nya dengan canda tawa nya, dan ternyata dina pindah ke Bandung bukan karena orang tua nya di pindah tugas kan, tapi karena dina tidak mau aku sedih bila tau kenyataan yang sebenarnya. dina tidak mau membuat masa kecil ku tidak bahagia, maka dina selalu menutupi semua nya dari ku. Air mata ku semakin deras mengalir saat aku mendengar semua pernyataan orang tua dina, Dimas yang ikut mendampingi ku berusaha menenangkan aku, dan aku baru tahu ternyata orang tua ku telah terlebih dahulu mengetahui semua nya, tapi atas permohonan dina mereka juga menutupi nya dari ku.
Sungguh aku sangat kecewa, kenapa semua orang tega membohongi aku, kenapa semua nya harus dirahasiakan dari ku, apa aku tidak boleh merasakan apa yang sahabat ku rasakan. Orang tua dina berusaha untuk membuat ku mngerti kenapa mereka melakukan ini, Dimas pun turut menenangkan aku, akhirnya aku berusaha untuk bisa menerima penjelasan mereka.
Setelah orang tua dina menjelaskan semua, mereka memberikan aku sebuah surat yang ditinggalkan dina untuk ku yang bertuliskan tinta biru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar