Kamis, 21 Februari 2013

Camp Canola

“Hai Clara! Di sini!” Sapa Vero kepadaku saat aku memasuki kelas. Aku membalasnya dengan senyuman tipis dan lambaian tanganku. Lalu, aku duduk di sampingnya. Di kelasku, kami bebas memilih tempat duduk di mana saja.
“Wow, kamu udah beli pocket bag ya? Bagus, sama sarungnya lagi. Evaline saja belum punya.” Puji Vero. “Oh ya, harganya berapa? Entar aku minta beli deh, sama mama.”
“Ini? Aku dikasih, bukan beli. Kalau beli mungkin mahal.” Kataku. “Soal Eveline, masa dia belum punya? Ini kan lagi nge-trend.” Kataku sambil menggenggam pocket bag-ku.
“Lihat saja tas-nya. Belum kan?” kata Vero meyakinkan. Aku melirik tas Eveline si sombong itu. Ya, belum. Aku mengangguk. Tiba-tiba kami berdua di kagetkan suara bentakkan.
“Heh! Ngapain lihat-lihat tas anak KECE? Iri?” bentak Eve (panggilan Eveline) bersama Marina, sahabatnya.
“Eee… Anu… Ee… ta… tas… nya… ba-gus. Hehehe…” kataku sambil membentuk jari menjadi huruf V.
“Memang! Baru tahu?” kata Eve.
“Wah … kayaknya ada yang mau ngalahin kekayaan Eve nih,” kata Marina. Aku tak mengerti maksudnya.
“Maksudmu apa?” Tanya Eve kepada Marina.
Lalu mereka berdua berbisik. Aku dan Vero bertatapan. Lalu, mengangkat bahu. Kemudian Eve kembali berbicara.
“Kau dapat dari mana pocket Bag itu?” Tanya Eve masih dengan nada tinggi. Aku hanya diam. Lalu, dia bertanya lagi, namun aku masih tetap diam. Hingga yang ketiga kalinya dia bertanya dengan emosi, aku diam. Tak ku sangka, ternyata ia diam-diam membuka tutup botol minumku dan.
“Aaaahh…” Selutuh tubuhku basah, begitu juga dengan rambutku yang di kepang. Rasanya ingin menangis.
“Eve! Hentikan!” teriak Jeremy tiba-tiba. Jeremy adalah ketua keamanan kelas kami. Setiap orang yang melakukan perlakuan penganiyayaan, akan berurusan dengannya dan kepala sekolah, jika sudah lebih dari tiga kali, akan di skors selama 3 minggu. Atau denda Rp 1.000.000 ,-
“Untuk apa kau menyiram Clara yang tidak bersalah!? Hanya karena ia tidak menjawab pertanyaanmu mengenai pocket Bag itu? Hah?” kami semua tertunduk. Lalu Jeremy mengambil nafas. “Clara, segera bersihkan tubuhmu. Gantilah dengan pakaian cadanganmu di loker nomor 24! Kuncinya ada di Maria, anak kelas 9.B1!” perintah Jeremy. Aku mengagguk, lalu segera berlari ke lorong campuran kelas 8.B1 dan 9.B1. Vero ikut menemaniku. Sedangkan Eveline dan Marina berurusan dengan Jeremy di ruang khusus Jeremy.
Kriiiiiing! Bel pulang berbunyi. Kami semua keluar kelas. Ada yang tetap ada yang pulang. Yang tetap karena mengikuti pelajaran tambahan. Eveline dan Marina juga tetap berada di kelas. Tapi, apa iya? Mereka mengikuti pelajaran tambahan, bukankah mereka sudah pintar sehingga tak perlu lagi belajar? Apa jangan-jangan… mereka dipanggil kepala sekolah karena sudah tiga kali melakukan perlakuan seperti tadi. Sepertinya iya, karena aku juga sering melihat Clarissa, Maryane, dan Evalia di Bully serta di caci maki mereka, sampai-sampai Clarissa pernah masuk rumah sakit akibat ulah Eveline. Tapi, siapa sangka?

“Hoi! Jangan ngelamunin orang yang bersalah terus. Lagian, mereka berdua pantas untuk mendapatkannya lagi…” kata Vero menyadarkan aku dari lamunan itu.
“Aih, siapa juga yang ngelamunin mereka. Udah yuk, kita pulang. Eh, kamu enggak ada acara kan?” tanyaku.
Vero berpikir sejenak. “Sepertinya tidak, ada apa?”
“Kita belanja yuk, mungkin entar ketemu pocket Bag sama sarungnya!” ajakku. Vero setuju, malah sangat setuju. Lalu, aku menelpon Pak Bug, sopirku. Tak lama kemudian, mobil Mercy pribadiku datang.
“Siang nona.” Sapa pak Bug. Aku dan Vero segera memasuki mobilku.
“Ke Plaza Grandfield Mall ya pak,” pintaku. Lalu, pak Bug melihat ke kaca spion dalam mobil, lalu mengangguk. Selama perjalanan, aku sibuk dengan Blackberry ku, Vero sibuk dengan bukunya. Vero itu memang pandai.
Jam 14.05, kami belum sampai di PGM. Plaza Grandfield Mall, karena memang jauh dari sekolahku. Kami keluar kelas jam 13.00, di jemput jam 13.20. Aku mematikan Blackberry-ku. Kulihat Vero juga memasukan bukunya ke tas ber-merk Export itu. Tak lama kemudian, kami sampai di lobby Plaza itu. Lalu, kami turun di situ. Pak Bug memarkirkan mobil.
Kami mulai memasuki bangunan besar itu dan menuju lantai dua. Dunia semua Aksesori.
“Ver, kamu bawa uang berapa?” tanyaku.
“Bawa … dua ratus ribu. Kamu?”
“Sama.” Kemudian, pintu lift terbuka. Kami menuju Girls Accsesories Store. Atau GAS.
Wow! Lengkap sekali. Perhiasan-perhiasan, hingga barang trend sekarang. Kulihat Vero matanya tertuju pada sebuah barang! Ya, itu pocket bag. Kami menyerbu benda itu. Lalu kembali mencari kebutuhan masing-masing.
Satu jam berada di toko itu sangat senang. Lalu, kami membawa semua barang belanjaan kami ke kasir.
“100.000 ribu.” Kata penjaga kasir itu ke Vero. Lalu, Vero mengeluarkan uang yang pas. Kemudian giliranku membayar. Totalnya hanya Rp 80.000 saja. Karena aku memang berbelanja sedikit saja. Aku membayarnya dengan uang Rp. 100.000.
“Ini kembaliannya. Terima kasih.” Aku mengangguk.
“Ver, kamu lapar?” tanyaku. Ia menggeleng. Kami berjalan ke lantai tiga dengan Escalator. Tiba di lantai tiga, mataku tertuju pada sebuah arena permainan. “Ver…”
“Kenapa Ra?” tanyanya.
“Ke sana yuk.” Kataku sambil menunjuk arena permainan itu.
“Ooh, ke Timezone? Ayo.” Kami berjalan menuju Timezone.
“Emm… sisa uangku seratus ribu, aku mengisi kartunya tiga puluh ribu saja ya…” kata Vero. Aku mengangguk. Sisa uangku masih Rp. 120.000,- aku mengisi(kartu)nya tigapuluh ribu juga. Sisanya buat makan.
Satu setengah jam kami di sana, setelah itu, kami makan di lantai 1. Tepatnya, makan di restaurant Japan. Aku memesan Chiken Katsu, Salmon, dan Shabu-Shabu. Minumannya, air mineral. Si Vero memesan Sushi, dan Idamame. Minumannya sama seperti aku. Setelah makan, kami pulang.
Tingtong! Aku memencet bel rumah. Tidak ada respons. Aku mencoba memencet lagi, akhirnya Nanny Martha, suster/pengasuh Merry Melody adik bayi di rumahku membukakan pintu. “Mana mom and Dad Nanny?” tanyaku.
“Mereka berdua pergi tadi pagi ke Holland setelah Nona pergi.” Lalu ia pergi ke kamarnya.
“Nanny Martha! Dimana Merry?” tanyaku. Ia membalikkan badan.
“Sedang tidur Nona.” Lalu ia kembali ke kamarnya. Aku berjalan gontai sambil menaiki anak tangga. Lelah sekali. Kulihat di atas ada Mona, pembatu pribadiku.
“Mona, tolong, rapikan dan taruh di lemariku.” Suruhku kepada Mona. Mona mengangguk, lalu menaruh baju belanjaanku ke lemariku. Tak sadar, aku pun tertidur pulas.
Jam 19.00 aku terbangun, aku baru tahu sekarang sudah malam, lalu, aku mandi dan makan malam sendiri. Bosan sekali, Nanny Martha sedang menjaga Merry yang juga sedang menangis. Karena merasa bosan, aku menelpon Claire dan Vero agar mau menginap di rumahku, lagipula besok juga hari sabtu. Libur kan?
“Halo, assalamu ‘alaikum, ini Vero ya?” sapaku kepada yang di sebrang sana.
“Iya, ini siapa ya?” gadis itu kembali bertanya.
“Aku ini Clara, kamu enggak inget ya? Oya, kamu boleh enggak nginep di rumahku?”
“Insya Allah deh, ku Tanya mama dulu ya.”
“Ya,” lalu aku menunggu jawaban darinya. Tak lama kemudian ia menjawab kembali teleponku.
“Boleh Ra,” aku senang sekali. Lalu aku menutup telpon. Setelah itu, aku langsung menelpon Claire.
Jam 08.00, aku kedatangan tamu istimewa. Great! Dia adalah Claire dan Vero, lalu aku mengajak mereka mengambil cemilan di laci tempat di taruhnya cemilan. Aku mengambil kripik rumput laut, soft drink, dan ciki lainnya.
“Kamarmu berbeda ya, terakhir aku lihat kamarmu saat waktu kelas 6 SD lhoo… sekarang kita sudah kelas 8, kamarmu sudah bukan berkesan anak-anak lagi, melainkan ABG tua! Hahahaha…. Just kidding,” canda Claire.
Pipiku memerah.
“Sudah, yuk, kita gelar mattress di sini.” Kataku sambil menarik matras yang besar.
Mereka semua membantuku.
“Oh ya, mm… gimana kalau kita nonton DVD aja? Itu, nonton yang Bella Swan, apa ya judulnya? Aku lupa. Ada yang ingat?” Tanya Vero.
“Oooh, The Twilight Saga : Breaking Dawn.” Jawabku santai sambil duduk bersila di karpet.
“Nah iya tuh,” kata Vero.
“Tapi Ro, CD aku lagi di pinjam sama kakak sepupu aku. Lagian, bukannya kita bertiga udah nonton dua kali ya? Masa nonton lagi, aku bosan suer deh.” Kataku. Claire mengangguk, dia apa lagi, sudah nonton tiga kali.
“Hmm… ya sudah deh,” kata Vero mengalah.
JEDEEERRR…
“Waaaa…” kami bertiga berpelukan, suara petir yang begitu mengagetkan membuat kami takut. Lalu, hujan deras datang. Aku mengajak teman-temanku ke lantai bawah. Aku kasihan sama Vero karena dia trauma hujan deras tahun lalu mengakibatkan banjir dan merengut nyawa kak Brittany, kakakknya. Karena dingin, aku memakai jaket tebal, begitu pula dengan Claire dan Vero.
“Moooonaaaaaa!” panggilku kepada Mona. Mona langsung berjalan dari dapur ke sampingku.
“Ada apa Nona?” Tanya Mona.
“Berikan kami Cokelat hangat dan Noodle yang tersisa di lemari.” Pintaku sambil menunjuk buffet yang di dalamnya menyimpat cokelat bubuk dan mie.
“Baik. Tunggu sebentar.” Kata Mona. Ia lalu membuatkan cokelat hangat dan mie.
“Girls, sambil menunggu, kita ngapain nih?” tanyaku sambil mengecek BBM (BlackBerry Messenger).
“Kita duduk-duduk aja deh,” kata Claire. Aku mengangguk. Tak lama kemudian, Mona datang membawa nampan yang berisi tiga coklat hangat dan tiga mie panas.
“Terima kasih Mona.” Kataku. Mona tersenyum lalu kembali ke kamarnya.
Kami menghabiskan cokelat dan mie dalam jangka waktu cepat. Kemudian kami tertidur.
“Pagi Nona-nona cantik!” sapa Mona sambil membawa tiga gelas susu.
“Ah?” aku kaget sambil mengucek-ngucek mataku. Ternyata, kami bertiga tertidur di ruang keluargaku bersama selimut tebalku yang ku beli tahun lalu di Swiss.
“Pagi Mona… hah? Ka… kami tidur di sini?” kata Claire yang juga kaget.
“Kenapa kita tertidur di sini?” Tanya Vero.
“Ya, nona-nona muda ini tertidur saat badai salju tadi malam.” Jelas Mona.
“Hmm…” aku bergumam, lalu menaiki tangga dan berjalan ke kamarku. Diikuti oleh Claire dan Vero.
“Ayo, lebih baik kita lekas mandi, jam sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. Setelah itu kita jogging oke!” seruku. Semua mengangguk tanda setuju.
“Aduhh, aku capek nih, tidak bisakah kita beristirahat saja dulu, nanti kalau pingsan bagaimana? Aku belum meminum Vitamin yang diberi mama.” Keluh Claire. Aku dan Vero mengangguk, lalu berhenti di air mancur taman kota lalu duduk di tepiannya.
Claire mengambil Vitamin-nya dari tas mungilnya itu. Lalu segera meminumnya. Lalu, mereka kembali berjalan. Saat berjalan pulang, kami bertemu si kembar Jeanie dan Ginny sedang berhenti di tiang listrik. Kami semua segera berlari kecil ke arah mereka berdua.
“Hei!” sapaku.
“Eh, kalian!” balas Ginny. Jeanie hanya membuang muka, ia memang tidak suka dengan kami bertiga. Tapi, ia lebih dekat dengan Evaline dan Marina si trouble maker. Kami hanya tersenyum kecil.
“Oh ya, Ginny kamu ngapain di sini?” Tanya Vero.
“Oh ini lho ada acara Camp. Namanya Camp Canola di arena perkemahan sana.” Jawab Ginny.
“Wah, seru tuh!” seru Claire. Kami semua mengangguk tanda menyetujui mengikuti perkemahan itu. Lalu, kami semua pulang.
Hari ini, tepatnya jam 12.00 siang, Claire dan Vero pamit pulang. Alasannya, mereka ingin persiapan. Camp Canola di selenggarakan tanggal 1-3 April, tepat saat April Mob. Sekarang masih tanggal 29 Maret, Beberapa hari lagi.
1 April …
“Mom, aku Clara pergi dulu yak e perkemahan!” pamitku kepada mom yang tengah membaca majalah.
“Ya sayang, hati-hati ya.” Pesan mom. Dad sedang berada di Paris. Memang, dia orang berkepentingan.
Aku berjalan ke Halte yang tidak jauh dri rumah bersama Vero, Claire, Jeanie dan Ginny. Meskipun, Jeanie saat berjalan sangat acuh tak acuh.
Tin … Tin! Terdengar suara klakson bus kuning yang ingin berhenti. “Yeeee…” Kami semua bersorak kegirangan.
“Ayo! Kita turun, lewat sini.” Kata pemandu yang memandu kami. Kami mengikutinya di belakangnya. Terihat sebuah sungai, rumah kayu, lapangan, dan arena lainnya.
Kami semua memilih untuk berenang di sungai. Eiiiitss… Jangan salah, sungainya jernih seperti kolam renang. Mmm… sungai kok jernih? Sebenarnya, aku tidak tahu itu apa, namun aku sebut saja itu sungai. Kami bermain Motor Boat yang disediakan di pinggiran air jernih itu.
Tak lama kemudian, kami di kumpulkan untuk makan siang. Makan siang hari ini adalah … Spaghetti dengan saus tomat dan tuna di atasnya.
Tiga hari berlalu, kini saatnya kami berpisah. Daaah Camp Canola!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar