Kamis, 21 Februari 2013

Pacar Bukan Untuk Slamanya

Aku sekolah di SMP 9 Pekanbaru. Kami awali hari dengan canda tawa, dan sukacita. Dimarahin guru sudah menjadi sarapan kami setiap hari. Kami gak egois sesama teman, walaupun kami baru masuk sekolah baru tapi kami saling melengkapi.
Suatu hari kawan aku cewek sedang menangis sebut aja namanya Putri, dia menangis wajarnya baru diputusin. Disaat Putri dan Ricky pacaran mereka slalu mesra didepan umum, si Ricky slalu dtang kekelas kami untuk ketemu Putri, mereka pacaran dikelas kami. Ricky pun pernah mendukung basket kelas kami sebgai pemain inti dan membawa kelas kami sebagai runner up. Dan bang Ricky pun mau bergaul dengan kami slalu bercanda, ketawa bersama. Tapi mereka mempunyai masalah, kami aja gak tau masalah mereka apa, tapi aku dapat informasi dari orang mereka putus, setelah mendengar informasi tersebut aku turut berduka cita, slama ini mereka slalu mesra aja masih aja punya maslh.
Putri pun menangis dan membenci si Ricky, buku aku juga yang menjadi korban untuk dicoret-coret karna benci Putri dengan Ricky
“Jangan buku aku dong yg jd korban tuh buku guna loh, klau 1 gk pa ni sampai 10 lembar, bangkruttttttt aku lh, bukan masalah bukunya tapi masalh disitu bnyak cerpen yg sudah kutulis”
. Dalam hati ku berkata “yahhh gak apa-apalah buku aku jd korban yang penting masalh didalam hatinya udah dikeluarkan melalui tulisan”
Bukan buku cerpen dicoretkan tp dia juga menyontek buku latihan aku, ”jangan latihan aku juga kau ambil, rakus kali kau uda coret-coret buku aku malah sekarang ambil latihan aku, galau bleh sih tp jgn kelewatan. Aku aja galau habis diputusian ika aja gak gitu aku, paling-paling gk buka puasa dan sahur 3hari 3malam karna uda gk lama aku gk makan terpaksa hari ke-4 aku makan”
“sama aja keterlaluan galau nya masih mending aku galau Cuma bertapa didalam kamar sambil BBM-an”
“Udalah kita lanjutkan yg td, kemana-mana lah kita bicarakan dari A sampaiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii Z
“Akutuh uda terlanjur saKit hati ma dy, aku nyesal uda kenal ma dia”
“Jangan terlalu benci ma mantan karna suatu saat nantik kita akan kangen ma dia, lebih nyesal aku lgi aku nyesal karna uda mencintai ika”
“yahhhhhh gimana lgi didalam hati aku uda dendam keramat ma Ricky, yahhhhhh sama aja kau ma aku uda nyesal karna kita mencintai orang tuh tp orang tuh masih berselingkuh didepan aku”
“woi slah masak berselingkuh didepan aku sebernya dibelakang aku”
“santailah banggggggg, kan supaya suasana gk jd tegang, slow ajalh bang”
“yolah tuh deq, jd jgn kita membenci seseorang karna kejelekkan dia, sebaiknya kita menyayangi dia karna kebaikan dia”

Sahabat Sehidup Semati

“Wahahaha!”, “ayo kesini! Disini!” begitulah teriakan anak-anak sore itu di taman bermain. Banyak anak-anak yang bermain di taman bunga yang indah sore ini. Maklum saja hari itu adalah hari pertama liburan akhir semester. Dan salah satu dari sekian banyak anak-anak terdapat sepasang anak yang bermain ayunan dengan santai. Mereka melepas senyum mereka setiap saat. Ya, mereka adalah rima dan lina. Mereka adalah sobat sejak kecil, ayah dan ibu mereka adalah teman akrab juga. Karena ayah dan ibu mereka adalah teman SMP dan rumahnya saja bersebelahan. “wah udah sore nih, bentar lagi magribh yuk kita pulang” ajak rima. “ oh iya juga ya, ya udah yuk kita pulang udah magribh” ajak lina gantian. “ ih gimana sih? Kan aku yang ajak?” protes rima. Mereka pun tertawa bersama dan berjalan beriringan pulang.
Esoknya, rima dan lina berkumpul di depan kedua rumah mereka. Rupanya keluarga mereka merencanakan untuk pergi piknik ke pantai bersama. “eh keluargamu dah siap belum?” Tanya lina. “ emh udah kok kalau kamu?” Tanya rima gantian. “ udah juga kok, nah itu dia. Yuk berangkat. Kita masuk duluan ke mobil” ajak lina. Mereka pun masuk ke mobil disusul orang tuanya. Dalam perjalanan, rima dan lina menyanyi bersama sedangkan orang tua mereka hanya melihat dengan sedih keakraban rima dan lina. Ternyata ada sesuatu yang disembunyikan rupanya.
Dan akhirnya, sampailah mereka di pantai yang mereka tuju. Rima dan lina pun berganti pakaian dan tanpa basa-basi lagi mereka langsung bermain pasir dan bermain air laut. Sedangkan orang tua mereka berteduh dibawah pohon kelapa menikmati semilirnya angin. “wah, enak banget nih. Kita bikin istana pasir yuk! Aku bawa ember kecil lho” ajak rima. “ ayo”. Merekapun membuat istana pasir dengan riang gembira. Ditengah-tengah mereka membuat istana pasir, rima berkata “eh lina, kamu udah mempersiapkan diri belum untuk lomba bercerita berdua?”. “ udah kok” jawab lina. “gimana kalau besok kita latihan?setelah itu kita bersepeda bersama” ajak rima. “wah bagus juga idemu. Ya sudah kalau begitu di depan rumahmu dan rumahku ya” ujar lina. “ oke deh bos”, merekapun tertawa bersama. Di kejauhan, orang tua mereka melihat dengan pandangan terharu. “kamu benar-benar akan melaksanakan niatmu? Lihatlah mereka begitu akrab bahkan seperti tak bisa dipisahkan lagi” kata ayah rima dengan memelankan suaranya karena takut didengar oleh rima dan lina yang bermain tidak jauh dari pohon tempat mereka berteduh itu. “ sepertinya iya, mau apa lagi karena memang benar-benar harus kesana” jawab ayah lina. “apa sudah diberi tahu si lina?” Tanya ibu rima pada ibu lina. “belum, kami takut dia sedih karena akan berpisah dengan sahabat karibnya” jawab ibu lina lesu. “sebaiknya, diberitahukan saja. Daripada mendadak dia kan jadi tidak bisa memanfaatkan waktu yang tersisa?” saran ibu rima. “ ya sudah, biar kami beritahukan ia” kata bu lina. Dan 2 keluarga itupun menghabiskan waktu mereka hingga sore hari di pantai, menjelang magribh mereka pulang.

Sahabat

Suatu hari, setelah kegiatan belajar di sekolah usai, Bella bersama sahabatnya, Gladys dan Alya, pergi keruang osis untuk duduk-duduk sambil ngobrol.
“Hari ini udaranya panas, ya?” Kata Gladys sambil mengipasi wajah dengan kipas Hello Kitty-nya.
“Enaknya minum es jeruk!” Bella menambahkan
“Tepat sekali! Aku pesan dulu ya, ke kantin” Kata Alya sambil keluar ruangan menuju kantin
Di ruang OSIS, tinggal Gladys dan Bella, mereka membereskan surat-surat dan buku-buku yang masih berantakan. Tidak lama kemudian, muncul Alya dengan tiga kantong plastik berisi es jeruk ditangan nya.
Kemudian, dia memberikannya kepada Gladys dan Bella, satu per satu. Baru sekali sedotan, dengan wajah serius Alya mulai pembicaraan.
“Eh! Dys! Tahu tidak, tadi dikantin ada keributan!”
“Ribut? siapa yang ribut, Al? Ayo, cerita!” Pinta Gladys
“Si Lisa sama si Manda. Masalah nya Buku Lisa yang dipinjam Manda kena tumpahan bakso yang sedang dimakan Manda” Kata Aliya
“Terus, Lisa Marah? Ah, tidak aneh, kan? Lisa, kan orangnya mudah sekali marah” Bella berkomentar
“Aneh, padahal mereka sahabat” Celetuk Gladys
“Ah, sudahlah. Itu urusan mereka” tambahnya
Mereka melanjutkan kembali menyedot minumannya
“Oh iya, Gladys. menurut mu sahabat itu apa?” tanya Aliya
“Menurutku sahabat adalah seseorang yang dapat kita jadikan tempat untuk berbagi rasa dan pengalaman, teman yang setia, baik dalam suka maupun duka, juga tempat curhat. Seorang sahabat sangat sangat penting bagi kita dimana pun kita memerlukannya. Ia selalu ada disamping kita. Itu lah ke istimewaan seorang sahabat” kata Gladys sambil menyedot minumannya
“Tapi ingat ya, jangan pilih-pilih atau membeda bedakan antara yang kaya atau yang miskin” tambah Bella
“Iya betul, kita juga harus pandai-pandai dalam memilih teman. Sebaiknya orang yang kita jadikan teman itu yang dapat memberikan contoh yang baik untuk kita, bukan sebaliknya. Soalnya, bisa bisa kita malah dijerumuskan ke hal-hal yang tidak baik olehnya. Celaka!” Gladys
“Dys, dipikir pikir persahabatan kita ini sudah seperti saudara sendiri, ya. Mungkin karena kita selalu menjaga perasaan masing-masing dan berusaha keras untuk saling menyenangkan, terutama aku … ha … ha” Alya tertawa, yang langsung disambut tawa lagi oleh sahabatnya itu.
“Eh, tidak terasa sudah siang. Ayo, pulang!” pinta Gladys
“Oke…” Seru Bella dan Alya. Mereka pun pulang dengan membawa hati yang bahagia.

SELESAI

Sahabat Ternyata kau Telah Lebih Dulu Pergi

Siang itu angin begitu kencang menusuk kedalam tulang rusuk ku, hujan yang sangat deras terus membasahi seluruh badan ku, namun aku tidak memperdulikan itu semua, aku tidak perduli berapa lama aku akan seperti ini. aku hanya terpaku di depan sebuah tumpukan tanah, yang terdapat taburan bunga, serta ada nya batu nisan yang bertuliskan sebuah nama, dan ternyata itu adalah nama sahabat lama ku, yang sejak 6 tahun yang lalu aku tidak pernah tau kabar nya.
Dina adalah sahabat lama ku waktu kecil, dulu kami sering bermain bersama, orang tua dina pun bersahabat dengan orang tua ku, aku menganggap dina sudah seperti kakak ku sendiri, saat aku sedih dia selalu bisa menghibur ku dan membuat ku tertawa, dan aku pun sebalik nya. Setiap aku pergi dina selalu turut pergi bersamaku, kami selalu menjaga satu sama lain. Dan kebetulan rumah ku tidak terlalu jauh dari rumah dina, saat masih di bangku dasar aku selalu berangkat sekolah bersama dina, meskipun kami tidak sekolah di sekolah yang sama.
Saat masuk SMP dina tidak tinggal lagi di Jakarta, karena orang tua nya di pindah tugaskan ke bandung, maka dia pun harus bersekolah di bandung. Rasa sedih ku rasakan, saat aku harus berpisah dengan dina, air mata ku tidak bisa berhenti menetes saat aku memeluk tubuh sahabat ku itu. Dina meyakinkan aku bahwa dia akan terus mengabari aku, dan dia juga meyakinkan aku bahwa persahabatan kita tidak akan berakhir sejauh apapun kita tinggal. Aku pun merelakan dina untuk berangkat ke bandung, perlahan mobil yang dinaiki dina dan keluarga nya pun beranjak pergi dari halaman rumah ku. Lambaian tangan dina pun semakin lama semakin jauh, jauh, jauh dan perlahan-lahan mulai menghilang.
Tiga bulan telah berlalu, semenjak dina pergi, hari-hari ku tidak seceria dulu, aku memang mempunyai teman-teman baru di sekolah dan rumah ku, tapi mereka semua tidak ada yang bisa seperti dina, aku sungguh merindukan sahabat kecil ku, ingin rasa nya aku ke bandung untuk menemui dina, tapi dina selalu melarang aku untuk menemui nya, dia selalu berkata”Aku mohon jangan temui aku dulu, aku ingin menguji persahabatan kita, jadi tunggu lah sampai kita lulus SMP, setelah itu aku janji akan menemui mu di tempat kita sering bermain sewaktu kecil”. Dina memang tidak pernah lupa untuk mengabari aku tentang keadaan nya disana, setiap hari dia selalu sms dan menelpon aku, aku sangat bahagia bila menerima sms atau telpon dari nya.

Persahabatan yang Abadi

Sebut saja Iqbal, laki-laki berumur 13 tahun. Ia terlahir dengan satu ginjal. Saat dia berumur 4 tahun, dokter mengatakan, bahwa ginjalnya yang dapat berfungsi, hanya satu. Tentu saja, “Lelah” menjadi pantangan dalam hidupnya. Senyum indah tak selalu hadir di bibirnya. Dalam satu hari, 32 suntikan injeksi harus menancap tajam di kulitnya, untuk mengatasi rasa sakit. Ia sangat memimpikan kehidupan normal seperti yang lain pada umumnya. Tapi, sahabat sejatinya, Horan, selalu membuat hidup Iqbal penuh semangat. Horan selalu mengatakan, “Hanya memiliki satu ginjal, tak akan membuatmu kehilangan hak untuk dapat hidup normal” Itu membuat Iqbal merasa bahagia.
Suatu hari, Iqbal terlihat sangat lemas. Horan yang melihatnya, tak dapat menahan rasa iba.
“Ada apa?” tanya Horan.
“Tidak, aku tak apa-apa.” jawab Iqbal
“Hey, sudah kubilang jangan ikut pelajaran olahraga!” kata Horan.
“Ah, aku hanya ingin mencoba melakukan itu. Apa salah? Satu kali saja.” jawab Iqbal
Suasana pun terhening.
“Ya, aku tau. Tapi kondisimu sangat tidak memungkinkan, kau tau itu?” jawab Horan
“Aku sangat tau itu, Horan.”
“Sudahlah, kau ingin persahabatan kita berakhir hanya karena pelajaran olahraga?” sambung Iqbal sembari meninggalkan Horan. Horan terlihat sangat kecewa mendengar jawaban sahabatnya.
“Aku tak tau apa yang harus kulakukan untukmu, sobat. Aku hanya bisa mengingatkan kondisimu, tak ada yang lain” kata Horan dalam hati.
Hari-hari Iqbal, sungguh sangat menyedihkan. Tapi, Iqbal tak pernah menunjukkan itu.Apalagi, di depan sahabatnya, Horan.
Hari itu, Iqbal sedang belajar kelompok di rumah Horan. Horan sudah lama menceritakan tentang Iqbal kepada Ibunya. Ibu Horan, sudah menganggap Iqbal seperti anaknya sendiri, sejak kedua orang tua Iqbal meninggal dunia. Iqbal tinggal bersama Bibinya sejak itu.
“Horan, kau itu.. sahabat sejatiku” kata Iqbal dengan senyum
Tiba-tiba saja, Iqbal merasa kesakitan. Horan dan ibunya sangat kebingungan. Mereka pun memutuskan untuk membawa Iqbal ke rumah sakit.
Saat di rumah sakit, Dokter mengatakan kepada Ibu Horan, bahwa keadaan Iqbal semakin parah. Satu-satunya jalan untuk mengatasinya, adalah pendonoran ginjal. Horan mendengar itu. Ia segera berkata kepada Ibunya,
“Ibu, biarkan aku yang melakukan itu.”
“Nak, apa kau sungguh-sungguh?” tanya Ibu Horan dengan sedih.
“Tentu, Bu. Iqbal sudah ku anggap seperti saudara sendiri. Ibu juga,sudah menganggapnya sebagai anak ibu. Apa ibu tega membiarkan Iqbal merasa kesakitan terus setiap harinya?” Horan menanggapi.
Sementara Iqbal, belum tersadar. “Baiklah” jawab Ibu Horan sambil memeluk Horan.
Pendonoran pun berlangsung sekitar 2 jam, dan itu berhasil.Horan dan Iqbal saling menatap di atas kasur rumah sakit mereka.
“Hey, Horan,apa yang kau lakukan di sini?” tanya Iqbal lemas.
“Hey, Iqbal. Impianmu akan segera tercapai, sobat. Kau akan merasakan nikmatnya hidup normal bersama aku dan keluargamu” jawab Horan.
“Bagaimana bisa?” tanya Iqbal
“Sudahlah.. jangan pikirkan itu. Yang penting, sekarang kamu dapat hidup dengan bahagia” jawab Horan tak berdaya.
Setelah pendonoran itu, Iqbal dan Horan pun dapat bergembira bersama. Mereka, lebih dekat dibandingkan siapapun.
5 bulan kemudian, Horan pun meninggal dunia. Semua menangisi kepergiannya, terutama Iqbal. Horan meninggalkan keluarganya. Ibu menjelaskan apa yang telah Horan lakukan untuknya, dan juga selama ini dia rahasiakan kepada Iqbal.
Iqbal tercengang. Ia tak tau apa yang harus ia lakukan untuk membalas kebaikan Horan. Ia tak dapat berhenti menangisi kepergian Horan.
“Selamat Jalan.. Horan. Bahagialah di sana, aku akan berusaha untuk menyusulmu dengan senyuman nanti, dan membalas kebaikanmu” Iqbal pun terisak.

Selesai

Bingkisan Hati Nino

Nada rindah mengeluk benakku
cahaya senja menyinari kemilau lagu itu
Meluluhkan benakku dengan sejuta cerita dalam album lagu itu
Antara perasaanku yang sulit ku fahami
Siapa sosok yang ku cintai sebenarnya
Tetapi kini ku tahu perasaanku,
Engkaulah bingkisan hatiku
Bukan dirinya tapi dirimu
Dirimu yang sudah lama ku cinta
Memori itupun terulang
Lagu itu menginggatkanku akan dirimu,
Tetapi bisikkanmu menginggatkanku
Sakit..sedih…kecewa..risau..
Di benakku hanya dirimu
Bisakah engkau rasakan perasaanku,
dengarlah suara benakku ini
‘I LOVE YOU’
“Wah..! siapa orang yang loh maksud di puisi ini? adik gue yah”
Tanya Riko menoleh ke sahabatnya sekaligus teman duduknya setelah membaca puisi buatannya itu. Nino itulah namanya , seorang cowok yang selalu salah dalam mengambil keputusan. Nino dan Riko adalah anak kelas IX B di suatu sekolah terfavorit di kotanya.
“Woyy..! loh jangan melamun bro” sahut Riko melihat Nino tidak menjawab pertanyaannya malah melamun dengan wajah kusut lagi membuat Riko cekikan melihatnya karena saat begitu wajah Nino lucu “Setrika tuh muka…! kusut bener. loh punya masalah apa sih” celoteh Riko sambil membaca ulang puisi buatan Nino karena dia sadar membacanya tadi cepat sekali jadi dia tidak mengerti maksud puisi Nino itu.
Lebih 5 menit Riko membacanya karena ingin tahu betul apa maksud dari puisi itu dan setelah membacanya, Riko membulatkan matanya tersadar makna yang tersirat dalam puisi sahabatnya ini
“Nino, jangan bilang loh masih suka Mika!” gumam Riko sedih sambil membalikkan tubuhnya ke Nino lalu memegang bahu Nino berharap itu tak benar
“Riko, itu benar gue masih Mika. Ahh.. lebih tepatnya gue masih cinta banget dengan Mika” jujur Nino dan langsung membalikkan tubuhnya juga yang membuat mereka berdua berhadapan.
Riko yang mendengar pengakuan itu kaget sekali “Wooy Riko, lohh tuh harus sadar” teriak Riko bangkit dari duduknya dan menatap sinis Nino yang tak sadar mereka berdua masih belajar B.Indonesia, membuat pak Dio marah melihat kelakukan Riko yang menganggu ketentraman belajar dalam kelas, sontak saja pak Dio melemparkan penghapus papan pada Riko “Ahh.. sakit” ujar kesakitan Riko sambil menyentuh tangannya “itu karena kelakuan kamu. sekarang kamu keluar! Kamu boleh masuk setelah pergantian pelajaran” suruh pak Dio geram.
Maka Rikopun keluar dari kelas dan Nino yang melihat itu hanya dapat menahan rasa bersalahnya “Riko , maafin gue. Tapi sungguh gue sayang banget dengan Mika” ujar Nino dalam hati.

Aku dan Gia

“Gi!” ku sapa temanku, Gia Saksono.
“Ada apa, An?” Gia menjawab sambil bertanya.
“Oh tidak ada apa-apa. Aku hanya bertanya, kamu sudah mengerjakan PR Matematika?” aku balik bertanya.
“Sudah dong.” jawab Gia singkat.
“Ayo, kita segera ke kelas! Bu Mita sudah di kelas!” ajak Gia.
“Ayo.” jawabku singkat.
“Gia, kamu kenapa sih ngeliatin buku latihan Matematikaku? Kamu nyontek, yah?” tanyaku saat aku dan Gia mengerjakan soal latihan matematika.
“Tidak.” jawab Gia singkat. Aku segera menutup buku latihan matematika ku.
“Anna, kenapa latihan matematikanya ditutup!” Gia marah-marah kepadaku.
Aku menjawab dengan lantang, “Hei! Kamu yang nyontek latihan matematika ku, kan!” amarahku semakin meningkat.